Senin, 12 Januari 2015

(2) Operasi SKL, Ultrabasa Bulu Palakka, Saksi Sejarah Terangkatnya Kerak Samudra di Sulawesi

Pagi telah menjelang, udara segar pagi di tempat kamp kami begitu segar. Masih jauh dari polusi kota yang begitu menjnuhkan suasana hati. Begitu selesai shalat shubuh kamipun bersiap untuk persiapan hari ini. Seperti biasa, persiapan makan pagi kami persiapkan untuk perjalanan hari ini. setelah makan pagi dan bersih bersih kamp, kamipun berangkat ke lokasi selanjutnya yaitu, bukit tantangan yang ketiga, yaitu Bulu Lasitae yang terkenal dengan kemistikannya.

Geologi Lapangan - Copy

 

Tepat berada pada bukit ketinggian 200 mdpl sebelah tenggara Bulu Lasitae, bila dianalogikan dengan payung, Bulu lasitae dengan ketinggian 434 mdpl merupakan ujung dari payung. bukit bukit yang disekitarnya merupakan bagian dari payung itu. Sepanjang perjalanan menuju Bulu Lasitae kami jumpai litologi sekis, dengan lereng yang terjal, namun kami melewati punggungan, sehingga cukup menghemat tenaga. Umumnya geologist melewati sungai untuk mendapatkan singkapat yang bagus dan fresh. Kondisi medan bebatuan, dan vegetasi yang tidak terlalu lebat. bang, tampaknya hari ini nggak terlalu buka jalur ya bang, heheheh. Kak werna bilang untuk selalu memperhatikan warna soil medan yang dilalui. Hal ini sangat penting di lakukan, karena geologis tentunya mencari batas, batas kontak batuan. Namun hal itu sangat sulit dilakukan, karena dilapangan sangat sulit menemukan kontak batuan, apalagi dengan soil yang tebal seperti daerah Indonesia, karena itu perubahan warna soil menjadi indikasi perubahan litologinya. Dan benar saja, sesaat setelah kami melewati soil berwarna kemerahan, kami menemukan bekas jalan tambang. disini kami menemukan singkapan batuan ultrabasa berupa peridotit. Dengan tebal soil mencapai 3 meter.

 

Peridotit merupakan salah batuan beku ultrabasa (batuan dengan sifat basa yang tinggi) yang terbentuk sebagai penyusun kerak samudra dari magma yang masih bersifat sangat basa. Hal itu disebabkan karena, belum adanya interaksi antara magma dengan batuan batuan permukaan yang dapat menyebabkan perbahan sifat basanya ini. magma yang keluar dari mantel bumi ini langsun membentuk dasar samudra. Kalau batuan ini terbentuknya di lantai samudra maka batuan ini ada kaitannya dengan sekis yang kami jumpai di sungai dengenge kemarin. Batuan ini tersingkap dengan bantuan kondisi tektonik berua pengangkatan lantai samudra. Akibat proses pengangkatan, terejadi sesar naik yang menyebabkan tersingkapnya batuan ini.Berdasarkan geologi regional daerah ini, batuan ultrabasa terbentuk pada zama Kapur. Umur batuan ini terlampau jauh dibandingkan dengan umur batugamping yang di sekitar bukit ini.

Oke bang, saatnya sampling dan plot lokasi lagi kan. perjalanan kami lanjutkan kembali, dengan kondisi medan yang dibilang relatif lebih santai dibandingkan dengan perjalanan kemarin. Sudah kurang lebih dua jam kami berjalan melewati medan berupa bebatuan tajam ultrabasa menuju puncak ketinggian 200 mdpl di bawah Lasitae. Tak terasa waktu menunjukan pukul 11.15, berdasarkan perencanaan kami seharusnya tiba sejam yang lalu di bukit ini. Wah artinya nggak jadi ya bang ke Lasitae, hehehehe. Tapi view puncak 200 mdpl ini cukup bagus untuk ormed, dan pengambilan data geomorfologi. Dari sini sudah bisa kelihatan bukit Salebbi yang kami lewati kemarin dan Bulu Palakka yang akan kami lalui hari ini.

  B palakka

Wahh, B Palakkanya ternyata juga bukit yang botak ya bang. Artinya bisa dipastikan kondisi medan yang kami lalui adalah medan berupa ultrabasa hingga sampainya di B Palakka. setelah ormed sejenak, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Bulu Palakka dengan melewati medan berupa jalan-jalan tambang. Sempat terfikirkan untuk langsung memotong melewati sungai, tetapi efektifitas waktu sangat tidak memungkinkan, jadi kami memutuskan untuk tetap melewati jalan-jalan tambang ini. Hampir satu jam kami melewati jalan tambang ini dan kami pun tiba di Bulu Palakka pukul 12.30. Ternyata sesuai prediksi, Bukit ini tersusun oleh litologi berupa peridotit dan banyak dijumpai mineral-mineral serpentin pada batuannya. Dengan kondisi soil yang lebih tebal dibandingkan dengan bukit 200 mdpl tadi. Daerah ini telah lama dimanfaat sebagai daerah tambang kromit. Kromit merupakan salah satu endapan mineral yang biasa dijumpai pada daerah-daerah ultrabasa. Jalan-jalan tambang ini konon dibangun oleh jepang untuk keperluan pertambangan kromit. kromit digunalan untuk bahan baku pembuatan alat-alat perang dimasa itu. Namun jumlahnya yang semakin menipis, dan kurangnya pencarian daerah-daerah baru pertambangan, menyebabkan tambang ini sudah lama tidak beraktifitas seperti biasanya.

Lama juga kami berjalan melewati medan seperti ini, ternyata setelah dipikir lagi melewati sungai memang lebih bagus bagi seorang geologis untuk mendapatkan variasi litologi seperti perjalanan kami kemarin. Melewati medan yang monoton begini, dengan kondisi panas terik matahari, dan kurangnya vegetasi menyebabkan dehidrasi yang berlebihan bagi peserta operasi. Namun sungai yang berasal dari bukit ultrabasa sangat berbahaya bila sering dikonsumsi. Hal ini berkaitan dengan kandungan unsur-unsur logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatann, yang katanya dapat menyebabkan kanker. Tapi karena ini salah satu kondisi survival, dimana kondisi air sudah kosong, maka air gully ultrabasa adalah solusinya. Ambil airnya jangan terlalu banyak bang, kanker ki nanti itu Open-mouthed smile.

DSC00573

Perjalanan kami lanjutakan kembali melewati jalan-jalan tambang ini, beberala menit kemudian setelah menuruni bukut ini, kami menjumpai soil yang berwarna kehitaman, beberapa lama kemudian kami jumpai singkapan batugamping dengan ciri litologi yang kurang lebih sama dengan batugamping yang kami jumpai di hari pertama perjalanan kami. Batugamping merupakan batuan yang terbentuk pada lingkungan laut dangkal dimana terendapkan material-material yang didominasi oleh material karbonatan. Sepanjang perjalanan kami melewati lantai samudra, sekarang kami berada di lingkungan laut dangkal yang berdekatan dengan daratan. Begitulah analogi lingkungan pengendapan berdasarkan jenis batuan yang kami jumpai pada perjalanan kami.

Peristiwa besar telah terjadi selama masa Eosen Miosesn, yang menyebabkan terangkatnya dasar sulawesi ini menjadi daratan. Bila dibandingkan dengan umur manusia yang hanya beberapa ribu tahun lamanya, peristiwa ini telah terjadi berkali-kali lipatnya umur manusia pertama di dunia ini. Bukit-bukit daerah ini menjadi saksi sejarah terangkatnya sulawesi mejadi daratan, yang menyaksikan berbagai peristiwa kehidupan hewan-hewan purba, dan berbagai aktifitas manusia hingga sekarang ini. saya kembali melihat Bulu lasitae di belakang kami. Bukit ini seakan akan tertawa melihat tingkah laku manusia yang begitu sombong dengan tingkahnya. Padahal bila dilihat dari silsilah terjadinya kehidupan, manusialah yang baru dilahirkan di akhir zaman dalam skala geologi. Namun lihatlah mereka sekarang ini, dengan akal dan pemikiran yang mereka dapatkan dari Sang Pencipta, mereka telah membangun berbagai peradaban di bumi ini dan mengambil hasil tambang untuk kebutuhan mereka.

Perjalanan membawa kami ke desa Palakka, melewati sawah-sawah yang sudah mengering akibat musim kemarau, dan sampailah kami di rumah penduduk disini. Duduk istirahat sejenak dan menyapa warga setempat. Warga di daerah ini begitu ramah terhadap orang-orang yang mereka temui. Kebanyakan daerah Barru masih menggunakan bahasa bugis untuk komunikasi sehari-hari. Saya begitu kurang mengerti yang warga katakan, tetapi pemilik rumah sudah mengerti kondisi kami yang kehausan sepanjang perjalanan, dan langsung memberi kami air yang dingin. wahhh segar bang.

DSC00587

Trus gmana nih bang klo mau ke kampus lapangannya lagi, masa jalan kaki sepanjang jalan raya hingga ke kampus lapangan. bisa terbakar kaki ini bang. Jarak kampus lapangan dengan posisi terakhir kami masih sangat jauh, kurang lebih dua jam perjalaan bisa dengan perjalanan normal. Solusinya adalah dengan mnggunakan kendaraan tumpangan yang lewat. Wah unik juga cara ini, ini adalah pengalaman pertama saya untuk meminta kendaraan memberikan tumpangan. bang kok kita seperti anak jalanan gitu yah, hehehe. Tapi saya terkejut dengan cerita kak ilmi tentang perjalanannya tiap hari melewati jalan ini dari kampus lapangan. what the hell are talking to me. hahaha ternyata lokasi pemetaan individu saat kuliah lapangan geologi disekitar sini, jadinya ya harus berjalan kaki untuk sampai ke lokasi ini. Kenapa nggak naik mobil saja kak? Ternyata juga perserta kuliha lapangan atau disingkat kulap tidak boleh menaiki kendaraan sampai batas titik lokasi tertentu. artinya ada semacam terminal tempat peserta bisa naik mobil dan tidak boleh naik motor. Jadi peserta harus tiba di terminal itu sebelum bisa naik kendaraan menuju lokasi kulap. O iya mengenai kulap nanti insya Allah akan saya bahas pada postingan lain. Untuk daerah ini sebenrnya adalah daerah yang aman untuk naik kendaraan, tetapi karena minimnya kendaraan untuk daerah sebelah utara kampus lapangan, terpaksa peserta harus berjalan kaki tambahan untuk sampai ke lokasi nya. Kami akhirnya dapat satu mobil setelah kesekian kalinya mencoba mencari tumpangan mobil, akhirnya selamat bang. Kebetulan ada ka Odin yang kebetulan lewat jalan ini. Tapnpa ditanya ka Odin langsung mengerti klo rombongan lagi butuh tumpangan. Ka Odin ini adalah penjaga resmi kampus lapangan geologi di daccipong, dia adalah warga disini. Tapi masih kurang juga bang, untung lagi lagi masih ada satu motor yang mau kasih kami tumpangan menuju kampus lapangan. heeheh, maaf ya bang pemilik motor kami sudah merepotkan. Ternyata benar kata kakak-kakak tentang perjalanan kaki mereka, jauh juga perjalanan mereka dari kampus lapangan ke lokasi ini. kurang lebih setengah jam baru kami sampai di kampus lapangan, itupun sudah balap

Akhirnya kami sampai dikampus lapangan dengan selamat sekitar pukul 15.00, makasih bang tumpangannya. Kampi langsung mempersiapkan diri untuk langsung menuju ke Tamalanrea, Makassar. Setelah selesai bersih bersih kami kami kami berdoa sebelum keberangkatan kami ke Makassar. Kami tiba di Makassar selesai shalat Maghrib. Banyak juga yang kami dapatkan setelah operasi tima tugu Satuan Komando Lapangan HMG FT-UH kali ini. Pengambilan data lapangan, kemampuan manajemen, persiapan yang matang, interpretasi data geologi, dan beberapa pengetahuan tentang kulap nantinya.  Sampai ketemu dalam Operasi Operasi selanjutnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sabtu, 10 Januari 2015

Operasi SKL, Ultrabasa Bulu Palakka, Saksi Sejarah Terangkatnya Kerak Samudra di Sulawesi

Satuan Komando Lapangan (SKL) sebagai badan otonom dari Himpunan Mahasiswa Geologi (HMG) Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin adalah salah satu organisasi internal HMG yang saya ikuti. Kegiatan-kegiatan yang yang berorientasi keilmuan khususnya yang berhubungan dengan manajemen lapangan sering dilakukan. Pada kesempatan kali ini SKL mengadakan Operasi Lintas Medan Sabtu-Minggu (Operasi Lima Tugu) pada daerah Kabupaten Barru Sulawesi Selatan.

Setelah semua persiapan lapangan sesuai standar yang ditetapkan SKL, kamipun berangkat menuju lokasi. Peserta Kegiatan ini adalah 5 orang anggota aktif SKL Kak Werna, Kak Fadliah, Afdan, Herwin termasuk saya sendiri, 2 orang anggota non aktif terima kasih untuk Koko Anca dan Kak Bay, Wakil Panglima dan salah satu warga geologi (terima kasih kepada kanda Nurul Ilmi). Perjalanan dilakukan pada pukul 14.00 dari kampus Unhas Tamalanrea dengan jarak kurang lebih 125 Km dan membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam menggunakan kendaraan motor. Beruntung kami berangkat pada saat cuaca cerah. Kami tiba di kampus lapangan geologi unhas yakni dusun Daccipong Kab. Barru. Istirahat sejenak untuk persiapan besok, dan sekedar melihat kembali jalur yang akan kami lalui esok. Ini nih petanya. Wah lumayan juga yah jalurnya, dengan skala 1:25.000 perjalanan ini akan melewati 3 bukut sekaligus yakni B. Salebbi, B. Palakka, dan B. Lasitae (Bulu = Bukit), ini dia petanya :

image

Wah petanya masih menggunakan peta belanda kontur keriting  tapi ini lebih akurat bro
Dan perjalanan pun dimulai, oke ini adalah operasi pertama saya setelah basis anggota di SKL. Menyesal juga nda sempat ikut operasi merah putih pengibaran bendera di bawakaraeng dan Lompobattang bersama teman-teman. Dan seperti biasa kami lakukan ormed sebelum melewati the first challenge, yaitu B. Salebbi untuk mencari jalan masuk menuju Salebbi tersebut. Ok lanjut bang kite lagi dimana ini. Thanks berat buat koko ancha sama kak bay yang bantu ormed. Posisi awal sudah ditentukan, setelah itu harus ormed dan menentukan posisi sendiri ya dek. Ok, bang.

clip_image002clip_image004

Akhirnya kamipun masuk ke lokasi, dan benar saja perjalanan menuju Salebbi lumayan juga, melewati medan yang cukup terjal dengan vegetasi yang cukup lebat. Artinya mau tidak mau parang dalam tas kami keluarkan untuk membuka jalur bagi permaisuri-permaisuri geologi kita. Heheheh enak ya jadi cewek geologi, tidak dibukakan jalur sama teman cowoknya, modal kasih semangat aja cukup ya dek. Hehehe maafkan saya komandan.

Bukan namanya geologi kalau nggak ketemu singkapan dalam perjalanan. Beberapa singkapan batuan kami jumpai dalam perjalanan menaklukan bukit pertama ini. Antara lain, batuan endapan laut dangkal berupa batugamping dengan struktur bioturbasi yang mengindikasikan bahwa batugamping yang terbentuk masih dekat dengan sumber pembentuknya, yakni fisl-fosil foraminifera yang menyebabkan tekstur bioturbasi ini. Berbeda dengan batugamping yang strukturnya berupa lapisan dan kurang dijumpai fosil makro yang masih utuh yang merupakan hasil rombakan. Selain itu, dijumpai batuan sedimen berupa batupasir, dengan kandungan non karbonatan yang mengindikasikan bahwa batuan ini terbentuk di darat. Sangat menarik, pada daerah yang sama kami dapat menjumpai dua litoogi dengan lingkungan yang berbeda. Berdasarkan geologi regional daerah ini, batupasir yang merupakan formasi mallawa berumur lebih tua, artinya hal yang mungkin terjadi pada daerah ini proses penurunan daratan menjadi laut dangkal.

clip_image002[4]clip_image004[4]

Setelah mencapai puncak Salebbi disini kami menemukan litologi berupa trakit, yang merupakan batuan beku tipe aliran namun dijumpai dalam kondisi mengintrusi batuan sampingnya. Lha kok ada batuan tipe aliran namun mengintrusi batuan lain. Hehehe bias saja donk, namun intrusinya hanya bersifat local saja dan termasuk tipe intrusi dangkal artinya sumber magmanya tidak jauh dari permukaan. Salah satu bukti bahwa batuan ini mengintrusi batuan samping berupa batugamping adalah pada daerah ini kami jumpai batugamping berwarna hitam akibat proses pembakaran oleh magma yang sangat panas saat terjadinya intrusi. Pada daerah Barru ini banyak dijuapi intrusi dangkal seperti ini. Biasanya pada daerah yang banyak dijumpai intrusi seperti ini daerah ini termasuk fasies medial atau proksimal dalam pembagian fasies gunung api. Artinya sumber atau pusat semburan masih cukup jauh. Bias jadi magma berasal dari gunung api camba, namun bias jadi pula hal ini terjadi karena gejala tektonik penurunan daratan yang saya jelaskan tadi.

clip_image006clip_image008

Wah tambah semangat saya dengar penjelasan kak werna tentang keunikan batuan di daerah operasi kami ini. Ok kita jalan lagi bang. Apalagi litologi di daerah operasi kite. Tapi ngomong-ngomong kite lagi dimana nih, ormed dulu bang. Udah bias dong ormed sendiri, kan sudah di refresh tadi caranya ngormed hehehehe.

clip_image010clip_image012

Wah maksudnya apaan nih bang, cara nunjuknya kok gitu. Koko ancha bilang “what are the fucking location on this point, come on this point is very wonderfull lithologic location full of tectonic and structural reconstruction”. Hehehe ampuni kami koko. Oke jangan kelamaan ormednya. Come on, kita lanjut lagi, batuan yang lain sedang menunggu. Tapi tidak terasa ternyata waktu enunjukan pukul 11.45. Wah tanpa perlu komando wapang, udah jelas kita akan ke sumber air terdekat dari posisi sekarang. Pantas lama tadi ormednya, ternyata mode self protection from dehydration and hungry sedang on pada kakak-kakak (makannya sering ikut operasi dek). Akhirnya saya dan herwin turun untuk mencari sumber air terdekat, dan pilihannya adalah sungai dengenge, salah satu dari the most amazing river in Barru area (Katanya). Ok istirahat dulu bang. Kasih keluar ransum makan siang na bilang chef fadliah hehehe.

clip_image014

Sungai dengenge seperti yang saya katakana tadi kawan, ternyata tidak bohong apa yang di bilang orang. Maka pantaslah pak Kahar selaku dosen petrologi membawa kami menyusuri sebagian dari sungai denge-nge ini dalam fieltrip petrologi. Bagaimana tidak, sungai ini adalah salah satu sungai terpanjang di Kab. Barru. Mengalir dari kaki B. Palakka dan hilirnya pada daerah Sikappa dekat dengan Jalan poros Makassar Pare-Pare. Yang lebih anehnya lagi, meskipun daerah Barru terkenal dengan kompleksnya batuan Sulawesi, namun sungai ini konsisten tersusun oleh singkapan Sekis, batuan metamorf yang merupakan batuan basement dari pulau Sulawesi itu sendiri bahkan menjadi salah satu batuan basement yang sering dijumpai pada beberapa daerah di Indonesia bahkan di Dunia. Kami membayangkan daerah ini sebagai daerah lingkungan palung laut terdalam dari samudra. Saya termenung melihat awan-awan dilangit sana, dan membayangkan disanalah seharusnya Bulu Salebbi berada, karena jarak antara lingkungan daratan tersingkapnya formasi mallawa dan sungai dengenge tempat kami makan siang ini adalah berkilokilo meter jauhnya. Brakkkk. Saya dikagetkan oleh chef, katanya saya terlalu lama melamun dan mengambil air. Rupaya tingkah saya sudah dibaca oleh kakak-kakak. Kak fadliah bilang kita masih akan menemukan another miracle in this mission. Hehehe ok kak. Saatnya makan kan. Ittadakimast. Jangan lupa shalat juga bang.

Kita lanjut lagi bang, kami menyusuri sungai dengenge (sdikit). Dan menjumpai litologi sekis sepanjang sungai ini. Kami juga menjumpai singakapan batuan mirip rijang, namun terlihat seperti batulempung pejal. Apabila kami lakukan sampling dengan chisel, terlihat warna kehitaman metalik pada pecahannya. Batuan ini masih tergolong batuan metasedimen. Dimana material-material lempung terendapkan bersama material pembentuk rijang yakni radiolaria. Akibat desakan dari lempeng-lempeng yang bertabrakan, batuan yang terbentuk berupa batulempung merah ini mengalami metamorfisme. Namun tingkat metamorfisme masih rendah sehingga tidak sempat membentuk muskovit sebagai penciri mineral batuan metamorf. Kami terus menyusuri sungai untuk mencari jalan naik menuju bukit tantangan kedua yakni Bulu Lasitae. Lama juga kami menaiki kaki bukit ini. Selain mengandalkan pengetahuan mengenai kemampuan interpretasi batuan, kepampuan manajemen perjalanan juga sama pentingnya denga kemampuan lain. Dengan memiliki kemampuan manajemen lapangan kita mampu mencapai target tertentu yang harus dicapai dalam mengcover seluruh lokasi yang diberikan. Sedikit improvisasi dari jalur yang telah ditentukan bias dilakukan dengan memperhatikan kondisi medan dan peserta yang ikut dalam operasi kali ini.

clip_image002[6]

Setelah makan siang sepanjang perjalanan kami focus dalam pencarian jalur yang baik untuk rombongan. Say thanks to the leader team Afan dan Herwin. Sabar yah bro buka jalurnya. sepanjang perjalanan kami lalui medan dengan lereng yang cukup terjal lebih terjal lagi dibandingkan menaiki bulu salebbi. Dengan vegetasi yang cukup lebat, berupa semak berduri dan pohon-pohon yang besar.Medan yang kami lalui berupa litologi sekis, dengan soil yang cukup lebat.

Hari mulai menjelang malam, dan kami harus mencari tempat camp. Tempat camp kami dibawah kaki bukit lasitase. Waktu-waktu seperti ini dimanfaatkan untuk persiapan kegiatan malamnya. Hal-hal seperti mendirikan tenda, mengambil air bersih secukupnya dan persiapan makan malam pun harus dilakukan. Salah satu etika lapangan yang saya pelajari di SKL adalah dahulukan kepentingan bersama. Tapi setelah kami keluarkan semua barang bawaan kami ada yang kurang, yaitu gelas untuk minum beserta sendok untuk makan. Wah sepertinya hal sepele, tapi kalau dalam kondisi berada di lokasi ini penting sekali. Koko Ancha marah mendengar hal ini. Ini bukan berkaitan dengan barang bawaan yang sepele yang dilupa bawa, tetapi menyangkut prinsip kerja lapangan. Artinya secara tidak langsung ada penilaian bahwa manajemen persiapan yang sangat kurang, seharusnya cek alat kelengkapan dilakukan sebelum ke lokasi. Untungnya dekat camp ada pohon bamboo. Batang pohon bamboo dipotong dan dijadikan gelas dan sendok. Lumayan banyak waktu yang kami habiskan untuk membuat ini. Matriks untuk bersih-bersihpun menjadi terganggu. Kami mandi setelah maghrib, yang seharusnya bias dilakukan setelah mempersiapkan alat. Ok kamipun mendapat pelajaran lagi, manfaatkan waktumu bang.

clip_image004[6]clip_image006[4]clip_image008[4]clip_image010[4]

Setelah makan malam, tiba waktunya kami pada kegiatan terakhir hari ini, yakni refleksi malam. Dalam refleksi malam kami mendiskusikan apa yang seharian kami lakukan tadi, batuan yang kami jumpai. Sempat juga berdebat mengenai tekstur klastik pada batugamping, dan terbentuknya intrusi pada Salebbi termasuk kendala yang kami hadapi seperti bagaimana leader yang baik, pencarian jalur yang benar, dan berbagai etika lapangan lainnya, dan yang paling parah tentunya manajemen persiapan yang sempat disinggung tentu harus menjadi pelajaran yang tidak akan kami lupakan samapai sekarang ini. Tak terasa seiring berjalannya diskusi kami, waktu menunjukan pukul 00.15. Kami harus instirahat malam untuk persiapan esoknya menuju bukit tertinggi di wilayah Timur Kampus lapangan yakni B. Lasitae dengan segala cerita mistisnya.

clip_image002[8]clip_image004[8]

Berlanjut ke Part (2)------à

Selasa, 06 Januari 2015

Operasi SKL, Ultrabasa Bulu Palakka, Saksi Sejarah Terangkatnya Kerak Samudra di Sulawesi



Satuan Komando Lapangan (SKL) sebagai badan otonom dari Himpunan Mahasiswa Geologi (HMG) Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin adalah salah satu organisasi internal HMG yang saya ikuti. Kegiatan-kegiatan yang yang berorientasi keilmuan khususnya yang berhubungan dengan manajemen lapangan sering dilakukan. Pada kesempatan kali ini SKL mengadakan Operasi Lintas Medan Sabtu-Minggu (Operasi Lima Tugu) pada daerah Kabupaten Barru Sulawesi Selatan.
Setelah semua persiapan lapangan sesuai standar yang ditetapkan SKL, kamipun berangkat menuju lokasi. Peserta Kegiatan ini adalah 5 orang anggota aktif SKL Kak Werna, Kak Fadliah, Afdan, Herwin termasuk saya sendiri, 2 orang anggota non aktif terima kasih untuk Koko Anca dan Kak Bay, Wakil Panglima dan salah satu warga geologi (terima kasih kepada kanda  Nurul Ilmi). Perjalanan dilakukan pada pukul 14.00 dari kampus Unhas Tamalanrea dengan jarak kurang lebih 125 Km dan membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam menggunakan kendaraan motor. Beruntung kami berangkat pada saat cuaca cerah. Kami tiba di kampus lapangan geologi unhas yakni dusun Daccipong Kab. Barru. Istirahat sejenak untuk persiapan besok, dan sekedar melihat kembali jalur yang akan kami lalui esok. Ini nih petanya. Wah lumayan juga yah jalurnya, dengan skala 1:25.000 perjalanan ini akan melewati 3 bukut sekaligus yakni B. Salebbi, B. Palakka, dan B. Lasitae (Bulu = Bukit), ini dia petanya :
Wah petanya masih menggunakan peta belanda kontur keriting  tapi ini lebih akurat bro
Dan perjalanan pun dimulai, oke ini adalah operasi pertama saya setelah basis anggota di SKL. Menyesal juga nda sempat ikut operasi merah putih pengibaran bendera di bawakaraeng dan Lompobattang bersama teman-teman. Dan seperti biasa kami lakukan ormed sebelum melewati the first challenge, yaitu B. Salebbi untuk mencari jalan masuk menuju Salebbi tersebut. Ok lanjut bang kite lagi dimana ini. Thanks berat buat koko ancha sama kak bay yang bantu ormed. Posisi awal sudah ditentukan, setelah itu harus ormed dan menentukan posisi sendiri ya dek. Ok, bang.
 
Akhirnya kamipun masuk ke lokasi, dan benar saja perjalanan menuju Salebbi lumayan juga, melewati medan yang cukup terjal dengan vegetasi yang cukup lebat. Artinya mau tidak mau parang dalam tas kami keluarkan untuk membuka jalur bagi permaisuri-permaisuri geologi kita. Heheheh enak ya jadi cewek geologi, tidak dibukakan jalur sama teman cowoknya, modal kasih semangat aja cukup ya dek. Hehehe maafkan saya komandan.
Bukan namanya geologi kalau nggak ketemu singkapan dalam perjalanan. Beberapa singkapan batuan kami jumpai dalam perjalanan menaklukan bukit pertama ini. Antara lain, batuan endapan laut dangkal berupa batugamping dengan struktur bioturbasi yang mengindikasikan bahwa batugamping yang terbentuk masih dekat dengan sumber pembentuknya, yakni fisl-fosil foraminifera yang menyebabkan tekstur bioturbasi ini. Berbeda dengan batugamping yang strukturnya berupa lapisan dan kurang dijumpai fosil makro yang masih utuh yang merupakan hasil rombakan. Selain itu, dijumpai batuan sedimen berupa batupasir, dengan kandungan non karbonatan yang mengindikasikan bahwa batuan ini terbentuk di darat. Sangat menarik, pada daerah yang sama kami dapat menjumpai dua litoogi dengan lingkungan yang berbeda. Berdasarkan geologi regional daerah ini, batupasir yang merupakan formasi mallawa berumur lebih tua, artinya hal yang mungkin terjadi pada daerah ini proses penurunan daratan menjadi laut dangkal.
 
Setelah mencapai puncak Salebbi disini kami menemukan litologi berupa trakit, yang merupakan batuan beku tipe aliran namun dijumpai dalam kondisi mengintrusi batuan sampingnya. Lha kok ada batuan tipe aliran namun mengintrusi batuan lain. Hehehe bias saja donk, namun intrusinya hanya bersifat local saja dan termasuk tipe intrusi dangkal artinya sumber magmanya tidak jauh dari permukaan. Salah satu bukti bahwa batuan ini mengintrusi batuan samping berupa batugamping adalah pada daerah ini kami jumpai batugamping berwarna hitam akibat proses pembakaran oleh magma yang sangat panas saat terjadinya intrusi. Pada daerah Barru ini banyak dijuapi intrusi dangkal seperti ini. Biasanya pada daerah yang banyak dijumpai intrusi seperti ini daerah ini termasuk fasies medial atau proksimal dalam pembagian fasies gunung api. Artinya sumber atau pusat semburan masih cukup jauh. Bias jadi magma berasal dari gunung api camba, namun bias jadi pula hal ini terjadi karena gejala tektonik penurunan daratan yang saya jelaskan tadi.
   
Wah tambah semangat saya dengar penjelasan kak werna tentang keunikan batuan di daerah operasi kami ini. Ok kita jalan lagi bang. Apalagi litologi di daerah operasi kite. Tapi ngomong-ngomong kite lagi dimana nih, ormed dulu bang. Udah bias dong ormed sendiri, kan sudah di refresh tadi caranya ngormed hehehehe.
  
Wah maksudnya apaan nih bang, cara nunjuknya kok gitu. Koko ancha bilang “what are the fucking location on this point, come on this point is very wonderfull lithologic location full of tectonic and structural reconstruction”. Hehehe ampuni kami koko. Oke jangan kelamaan ormednya. Come on, kita lanjut lagi, batuan yang lain sedang menunggu. Tapi tidak terasa ternyata waktu enunjukan pukul 11.45. Wah tanpa perlu komando wapang, udah jelas kita akan ke sumber air terdekat dari posisi sekarang. Pantas lama tadi ormednya, ternyata mode self protection from dehydration and hungry sedang on pada kakak-kakak (makannya sering ikut operasi dek). Akhirnya saya dan herwin turun untuk mencari sumber air terdekat, dan pilihannya adalah sungai dengenge, salah satu dari the most amazing river in Barru area (Katanya). Ok istirahat dulu bang. Kasih keluar ransum makan siang na bilang chef fadliah hehehe.
Sungai dengenge seperti yang saya katakana tadi kawan, ternyata tidak bohong apa yang di bilang orang. Maka pantaslah pak Kahar selaku dosen petrologi membawa kami menyusuri sebagian dari sungai denge-nge ini dalam fieltrip petrologi. Bagaimana tidak, sungai ini adalah salah satu sungai terpanjang di Kab. Barru. Mengalir dari kaki B. Palakka dan hilirnya pada daerah Sikappa dekat dengan Jalan poros Makassar Pare-Pare. Yang lebih anehnya lagi, meskipun daerah Barru terkenal dengan kompleksnya batuan Sulawesi, namun sungai ini konsisten tersusun oleh singkapan Sekis, batuan metamorf yang merupakan batuan basement dari pulau Sulawesi itu sendiri bahkan menjadi salah satu batuan basement yang sering dijumpai pada beberapa daerah di Indonesia bahkan di Dunia. Kami membayangkan daerah ini sebagai daerah lingkungan palung laut terdalam dari samudra. Saya termenung melihat awan-awan dilangit sana, dan membayangkan disanalah seharusnya Bulu Salebbi berada, karena jarak antara lingkungan daratan tersingkapnya formasi mallawa dan sungai dengenge tempat kami makan siang ini adalah berkilokilo meter jauhnya. Brakkkk. Saya dikagetkan oleh chef, katanya saya terlalu lama melamun dan mengambil air. Rupaya tingkah saya sudah dibaca oleh kakak-kakak. Kak fadliah bilang kita masih akan menemukan another miracle in this mission. Hehehe ok kak. Saatnya makan kan. Ittadakimast. Jangan lupa shalat juga bang.
Kita lanjut lagi bang, kami menyusuri sungai dengenge (sdikit). Dan menjumpai litologi sekis sepanjang sungai ini. Kami juga menjumpai singakapan batuan mirip rijang, namun terlihat seperti batulempung pejal. Apabila kami lakukan sampling dengan chisel, terlihat warna kehitaman metalik pada pecahannya. Batuan ini masih tergolong batuan metasedimen. Dimana material-material lempung terendapkan bersama material pembentuk rijang yakni radiolaria. Akibat desakan dari lempeng-lempeng yang bertabrakan, batuan yang terbentuk berupa batulempung merah ini mengalami metamorfisme. Namun tingkat metamorfisme masih rendah sehingga tidak sempat membentuk muskovit sebagai penciri mineral batuan metamorf. Kami terus menyusuri sungai untuk mencari jalan naik menuju bukit tantangan kedua yakni Bulu Lasitae. Lama juga kami menaiki kaki bukit ini. Selain mengandalkan pengetahuan mengenai kemampuan interpretasi batuan, kepampuan manajemen perjalanan juga sama pentingnya denga kemampuan lain. Dengan memiliki kemampuan manajemen lapangan kita mampu mencapai target tertentu yang harus dicapai dalam mengcover seluruh lokasi yang diberikan. Sedikit improvisasi dari jalur yang telah ditentukan bias dilakukan dengan memperhatikan kondisi medan dan peserta yang ikut dalam operasi kali ini.
Setelah makan siang sepanjang perjalanan kami focus dalam pencarian jalur yang baik untuk rombongan. Say thanks to the leader team Afan dan Herwin. Sabar yah bro buka jalurnya. sepanjang perjalanan kami lalui medan dengan lereng yang cukup terjal lebih terjal lagi dibandingkan menaiki bulu salebbi. Dengan vegetasi yang cukup lebat, berupa semak berduri dan pohon-pohon yang besar. Medan yang kami lalui berupa litologi sekis, dengan soil yang cukup lebat.
Hari mulai menjelang malam, dan kami harus mencari tempat camp. Tempat camp kami dibawah kaki bukit lasitase. Waktu-waktu seperti ini dimanfaatkan untuk persiapan kegiatan malamnya. Hal-hal seperti mendirikan tenda, mengambil air bersih secukupnya dan persiapan makan malam pun harus dilakukan. Salah satu etika lapangan yang saya pelajari di SKL adalah dahulukan kepentingan bersama. Tapi setelah kami keluarkan semua barang bawaan kami ada yang kurang, yaitu gelas untuk minum beserta sendok untuk makan. Wah sepertinya hal sepele, tapi kalau dalam kondisi berada di lokasi ini penting sekali. Koko Ancha marah mendengar hal ini. Ini bukan berkaitan dengan barang bawaan yang sepele yang dilupa bawa, tetapi menyangkut prinsip kerja lapangan. Artinya secara tidak langsung ada penilaian bahwa manajemen persiapan yang sangat kurang, seharusnya cek alat kelengkapan dilakukan sebelum ke lokasi. Untungnya dekat camp ada pohon bamboo. Batang pohon bamboo dipotong dan dijadikan gelas dan sendok. Lumayan banyak waktu yang kami habiskan untuk membuat ini. Matriks untuk bersih-bersihpun menjadi terganggu. Kami mandi setelah maghrib, yang seharusnya bias dilakukan setelah mempersiapkan alat. Ok kamipun mendapat pelajaran lagi, manfaatkan waktumu bang.
       
Setelah makan malam, tiba waktunya kami pada kegiatan terakhir hari ini, yakni refleksi malam. Dalam refleksi malam kami mendiskusikan apa yang seharian kami lakukan tadi, batuan yang kami jumpai. Sempat juga berdebat mengenai tekstur klastik pada batugamping, dan terbentuknya intrusi pada Salebbi termasuk kendala yang kami hadapi seperti bagaimana leader yang baik, pencarian jalur yang benar, dan berbagai etika lapangan lainnya, dan yang paling parah tentunya manajemen persiapan yang sempat disinggung tentu harus menjadi pelajaran yang tidak akan kami lupakan samapai sekarang ini. Tak terasa seiring berjalannya diskusi kami, waktu menunjukan pukul 00.15. Kami harus instirahat malam untuk persiapan esoknya menuju bukit tertinggi di wilayah Timur Kampus lapangan yakni B. Lasitae dengan segala cerita mistisnya.
    
Berlanjut ke Part (2)------à

Catatan Kehidupan Mahasiswa Geologi Unhas

Hello world